Minggu, 19 Januari 2014

How To Build a Furniture Emipire IKEA


Since it opened its first store in 1943, IKEA has become one of the biggest furniture empires in the world. The company has made people think differently about the way they furnish their homes, particularly in countries like Germany, the UK, and France. Over 365 million people worldwide spend more than £8 billion in IKEA stores each year and the number of the costumers keep rising. The best selling products are bookshelves, sofas, candles, chairs, and coat hangers, but perhaps IKEA is most famous for its flatpack furniture.

Flatpack furniture was invented by chance in 1956 by a man called Gillis Lundgren. He lived in a Swedish town called Almhult and worked for a small furniture company. One day Lundgren needed to deliver a table to a costumer, but the table wouldn’t fit in his car. ”Let’s pull off the legs and put them underneath” said Lundgren and that easy the moment flatpack furniture was born. From that simple beginning, the small furniture company became IKEA and Lundgren became one of its top designers.

The secret of IKEA’s success is not just the design, it’s also the price. Flatpacks don’t take up much space, so IKEA can send furniture round the world very cheaply. Also the stores don’t employ lots of sales people to help you find or carry things; it seems people don’t mind doing that for themselves. And most importantly, IKEA doesn’t pay anyone to put the furniture together, they let the costumers do that. Apparently, people would rather pay less and build the furniture themselves. However, not everyone seems to find easy. When the actor Russell Crowe was trying to put together some bedroom furniture, he got so frustrated that he attacked the flatpack with a knife. He finally had to ask someone to help him.

There are now over 200 IKEA stores in more than 30 countries and every time a new store opens it’s front-page news. In 2005, when London’s fourth IKEA opened business at midnight, there were 6.000 people waiting outside. When people began shopping, the store became so crowded that the manager told the staff to close the doors. Even tough the store was only open for 40 minutes, IKEA had already sold all 500 sofas that were on special offer!


Nature's Little Helpers

People have been using natural medicines for thousands of years. Did you know, for example, that aspirin originally came from the bark of the willow tree? In the 5th century BC the Greek doctor, Hippocrates, gave it to this patients to stop their aches and pains.
Another natural remedy is quinine, which used to be an important drug in the battle against malaria. It comes from the bark of the cinchona tree, which grows in the Andes mountains in South America. Peruvian Indians have been using quinine for centuries to cure fevers.
In 1775 a British doctor, William Withering, was unable to treat a patient who had a serious heart problem. However, the patient made a complete recovery after taking something a local woman had given to him. The woman told the doctor she’d made the remedy from purple foxgloves. This natural medicine is still given to people with heart problems because it makes your heart beat more slowly.
Many of the most effective natural remedies can be found in our homes and gardens. Put some lavender oil on your pillow at night to help you sleep. Or break open the leaves from an aloe vera plant and put the sap on your burns and cuts. This will help them to heal and might also stop you getting a scar. The Egyptian queen, Cleopatra, used this remarkable plant to keep her skin soft and young-looking.

Finally, we mustn’t forget the healing power of garlic. It thins and cleans the blood, it’s good for stomach problems and coughs, and it’s a natural antiseptic. So, next time you have a cold, try a mixture of garlic, lemon, and honey. It’s Magic!

Bagaimana Menyelamatkan Koperasi Indonesia Agar Keberadaannya Masih Ada?

Pada dasarnya, koperasi merupakan sebuah tempat yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan khususnya bagi golongan ekonomi lemah, baik untuk usaha mikro, kecil maupun menengah. Koperasi dapat dimanfaatkan sebagai alat perjuangan ekonomi untuk meningkatkan posisi tawar dalam menghadapi persaingan dengan usaha besar kapitalis. Koperasi dapat digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial, melalui distribusi pendapatan sesuai dengan karya dan jasa masing-masing. Selain itu, koperasi dapat difungsikan sebagai sarana mengembangkan kerjasama kemitraan usaha di antara para anggota, antar koperasi maupun antara koperasi dengan badan usaha non koperasi. Oleh sebab itu, terhadap koperasi–koperasi yang ada perlu dijaga keberadaannya untuk selanjutnya ditingkatkan, sehingga nantinya mampu menjadi pelaku ekonomi yang dapat diandalkan sesuai dengan visi pasal 33 UUD 1945.
Ada beberapa faktor fundamental yang mempengaruhi eksistensi koperasi, yakni :
1.             Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi 
secara mandiri. Setiap orang memiliki kebutuhan untuk memperbaiki ekonominya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Untuk itu, perlu ada kesadaran bagi setiap anggota koperasi untuk mengembangkan diri secara mandiri di mana koperasi difungsikan sebagai fasilitator. Dengan demikian, di dalam koperasi perlu dikembangkan kesadaran kolektif dan kemandirian.
2.             Koperasi akan berkembang apabila terdapat kebebasan (independency) dan otonomi untuk berorganisasi. Struktur organisasi, jenis kegiatan harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anggota. Pendirian koperasi hendaknya dikembangkan berdasarkan pendekatan bottom-up, dari bawah, atas kesadaran diri, sehingga muncul sense of belonging dan bukan bersifat top-down yang ditentukan oleh faktor eksternal.
3.             Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pemahaman nilai-nilai koperasi. Koperasi memiliki nilai-nilai atau prinsip-prinsip dasar yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Oleh sebab itu, para stakeholder koperasi perlu memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai koperasi sebagai pilar utama dalam kehidupan koperasi. Nilai-nilai koperasi itu, antara lain berupa keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan dan kepedulian pada masyarakat. Selanjutnya nilai-nilai koperasi itu hendaknya diimplementasikan dalam mengembangkan koperasi, dan jika hal ini dapat dilakukan niscaya dukungan anggota dan masyarakat akan semakin meningkat yang pada gilirannya dapat menumbuhkan citra positif.
4.             Adanya kesadaran dan kejelasan tentang keanggotaan. Setiap anggota koperasi maupun masyarakat perlu memahami dan mengetahui secara jelas tentang hak, kewajiban serta manfaat berkoperasi. Jika setiap anggota telah memahaminya secara jelas, diharapkan akan meningkatkan loyalitas sehingga mereka akan selalu memanfaatkan koperasinya dalam setiap memenuhi kebutuhannya.
5.             Koperas akan eksis, apabila mampu mengembangkan kegiatan usaha yang (a) luwes sesuai kepentingan anggota; (b) berorientasi pada pelayanan anggota; (c) berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota; (d) mampu menekan biaya transaksi antara koperasi dengan anggota lebih kecil dibanding biaya  transaksi non koperasi; dan (e) mampu mengembangkan modal koperasi maupun modal anggota.
Dalam era globalisasi ini, kita harus mengakui bahwa citra koperasi di Indonesia masih kurang baik bahkan banyak anggota masyarakat yang memberikan penilaian negatif terhadap koperasi. Hal ini disebabkan oleh kegagalan koperasi untuk dapat memenuhi fungsinya, terjadinya praktek korupsi yang dilakukan oleh Pengurus/pengelola koperasi, penyalahgunaan fungsi koperasi untuk kepentingan politik serta lemahnya political will pemerintah dalam mengembangkan koperasi. Nampak ada suatu keganjilan, di mana Indonesia yang secara yuridis perekonomiannya didasarkan atas demokrasi ekonomi, keberadaan dan perkembangan koperasi kurang menggembirakan, di lain pihak di negara-negara maju yang menggunakan faham liberalisme seperti Amerika Serikat, Kanada, California, Jepang, justru koperasinya berkembang pesat dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian.
Untuk dapat mempertahankan eksistensi koperasi, maka pengurus dan anggota koperasi senantiasa harus memahami dan mengimplementasikan jatidiri koperasi, pembentukan koperasi atas dasar kesadaran anggota (bottom-up), kegiatan usaha luwes dan sinergis dengan kebutuhan anggota, pengurus jujur dan bekerja keras, berorientasi pada pelayanan anggota dan mampu menciptakan biaya transaksi antara koperasi dengan anggota lebih rendah dibanding biaya transaksi antara anggota dengan non koperasi.
Terdapat berbagai upaya untuk memperbaiki dan membangun citra koperasi, diantaranya:
1.                Pemerintah perlu mensosialisasikan kembali hakikat dan substansi pasal 33 UUD 
1945, di mana perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan. Istilah disusun mengindikasikan pemerintah harus bertindak aktif menyusun, mengatur dan mengusahakan ke arah perekonomian yang didasarkan atas demokrasi ekonomi dan jangan membiarkan perekonomian tersusun sendiri atas kekuatan pasar.
2.                Pemerintah perlu memiliki political will yang kuat terhadap eksistensi dan pengembangan koperasi sebagai sarana membangun  perekonomian nasional menuju pada keadilan dan kesejahteraan social. Untuk itu, berbagai peraturan dan kebijaksanaan ekonomi diharapkan dapat menumbuhkan iklim yang kondusif bagi pengembangan koperasi, memberikan kepastian usaha , memberikan perlindungan terhadap koperasi, menciptakan kondisi persaingan yang sehat, dalam pelaksanaan mekanisme pasar (UU No. 25 Tahun 2000).
3.                Pemerintah perlu bertindak tegas untuk memberi sangsi dan atau membubarkan organisasi yang berkedok koperasi, koperasi-koperasi yang “tidur”, koperasi yang tidak sehat, dan selanjutnya membina koperasi yang prospektif dan benar-benar sehat.
4.                Membangun jaringan kerjasama usaha antara koperasi dengan badan usaha lain dengan dilandasi kemitraan yang saling menguntungkan. Kerjasama kemitraan tersebut antara lain dalam hal : pengadaan bahan baku, proses produksi, pemasaran, misalnya melalui program bapak angkat, joint venture, waralaba, inti- plasma, maupun subkontrak.
5.                Menyebarluaskan informasi terhadap koperasi yang berhasil melalui media massa, sehingga masyarakat mengetahui bahwa banyak koperasi yang berhasil, patut menjadi contoh dan mampu berperan dalam perekonomian local maupun nasional. Sebaliknya media pers sebaiknya mengurangi pemberitaan negative tentang koperasi, untuk lebih menonjolkan berita positif keberhasilan koperasi dari berbagai wilayah dan berbagai jenis koperasi.
6.                Meningkatkan wawasan dan nilai-nilai perkoperasian di kalangan generasi muda melalui pendidikan perkoperasian di tiap sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya, sehingga generasi muda memahami benar tentang manfaat dan peranan koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan social.
7.                Meningkatkan jiwa dan semangat kewirausahaan dalam koperasi, sehingga terbentuk koperasi memiliki budaya kewirausahaan, berani bersaing, serta mampu menciptakan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Referensi:
www.ekonomirakyat.org/edisi 4/artikel : Membangun Koperasi Berbasis Angota Dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Rakyat. Bayu Krisnamurti. (2007)
www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8914/1739/+&cd=25&hl=id&ct=clnk


Masihkah Koperasi Menjadi Sokoh Guru Perekonomian Indonesia?

Perekonomian merupakan permasalahan yang begitu kompleks dalam kehidupan ini. Berbagai bentuk usaha diperlukan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Di antaranya adalah Koperasi. Koperasi Indonesia sebenarnya merupakan salah satu badan usaha yang ada dalam perekonomian Indonesia. Keberadaannya diharpakan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal Koperasi diharapkan menjadi soko guru (tulang punggung) perekonomian nasional.
Pada awal mulanya Koperasi dibentuk oleh masyarakat Indonesia yang dimulai di Purwokerto dan terus berkembang pula di Tasikmalaya dan daerah-daerah lainnya.  Namun dalam perjalanan selanjutnya inisiatif perkembangannya banyak dilakukan oleh Pemerintah, sehingga timbul kesan bahwa Koperasi hanya merupakan alat Pemerintah untuk kepentingan politiknya. Sejak adanya Lembaga Menteri Muda Urusan Koperasi yang meningkat menjadi Kementrian Koperasi, koperasi dikembangkan dengan sistem “top down – bottom up” memberikan fasilitas dan kemudahan dari atas, bahkan ada kalanya yang mengatakan perjalanan koperasi saat itu berjlana secara tuntas. Maksudnya adalah dituntun dari atas.
Hal itu dengan harapan adanya pertumbuhan kelembagaan dari bawah. Ternyata harapan tersebut tidak tercapai walaupun telah diupayakan melalui program Koperasi Mandiri. Kelembagaan Koperasi seperti rapuh karena mengutamakan fasilitas usaha yang banyak dimanfaatkan oleh sekelompok pengurusnya tanpa ada keterkaitan usaha dengan anggotanya, titik jenuh pengembangan Koperasi nasional terjadi diawal reformasi karena pengembangan usaha yang berlebihan, yang tidak  didukung dengan kekuatan kelembagaan yang memadai. Koperasi semakin surut  dan tidak menarik lagi bagi mass media untuk bahan pemberitaannya, disisi lain harapan untuk mensinergikan Usaha Kecil dan Menengah dengan Koperasi dirasakan malah meminggirkan Koperasi, perbincangan nasional mengenai Pembinaan Pengusaha Kecil terus berkembang menjadi Usaha Kecil Mengengah bahkan Pimpinan Kementrian Koperasi dan UKM jarang berbicara Koperasi yang ditampilkan UKM yang terus berkembang menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Melihat kondisi demikian ini rasanya Koperasi semakin terpinggirkan.
Koperasi sebagai Badan Hukum sering kali dipermasalahkan penyebab kelemahan, padahal kekuatan Koperasi mengutamakan kumpulan orang dalam kebersamaan bukannya kekuatan modal, karena itu masalah utama sulitnya perkembangan Koperasi di Indonesia sangat terkait erat sekali dengan kualitas sumber daya manusianya, yaitu yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya.
Data tentang kwantitas masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan dapat dikembangkan dari berbagai aspek kehidupan yang harus dihadapi masyarakat Indonesia, di sini yang kita lihat aspek ekonomi yang erat kaitannya dalam pengembangan Koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat yang demokratis berdasarkan rasa dan komitmen kebersamaan untuk menghadapi pelaku ekonomi lain yang lebih kuat. Namun dapat dibayangkan 67,10% penduduk Indonesia hanya tamatan SD ditambah 14,42% tamatan SMP dengan 81,52%, SDM yang berkualitas seperti itu jangan terlalu berharap adanya kebersamaan karena hampir umumnya masyarakat kita dikalangan bawah pendapatan hari ini untuk makan hari ini, sedangkan untuk besok gimana besok. Ditambah kehidupan sehari-hari kegiatan konsumtif lebih dominan dibanding kegiatan produktif, terasa beban hidup semakin berat.
Keterbatasan kemampuannya di dalam melaksanakan aktivitas ekonominya lebih banyak berpikir dan bersikap sangat sederhana  sehingga tidak jarang akhirnya mereka dikuasai oleh orang pintar yang memanfaatkan kesederhanaan tindakannya. Kualitas SDM di perkotaan dan pedesaan sangat timpang laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dan biasanya perempuan selalu diposisi  paling lemah padahal perkembangan yang terjadi saat ini laki-laki atau perempuan mempunyai tanggung jawab ekonomi yang sama.
Atas dasar itu seharusnya Koperasi dibangun karena Koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan ekonomi rakyat, yaitu mereka yang terdiri orang kecil-kecil dan lemah, yang jika bergabung bersama akan menjadi kekuatan yang besar. Jadi tugas Pemerintah adalah bagaimana memampukan mereka secara kelembagaan, dari kemampuan orang perorang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk mampu secara mandiri bertindak dalam kegiatan ekonomi dalam wadah usaha yang berbentuk Koperasi. Kalau terus menerus diberikan fasilitas usaha, baik SDM pengelola maupun kelembagaannya tidak akan mampu memikul bebannya, dan akhirnya Koperasi hanya dipakai ajang untuk politisasi guna memanfaatkan retorika kerakyatan.
Tampaknya pembinaan Koperasi saat ini belum banyak membawa perubahan dan masih terobsesi kepada pembinaan pola lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa didukung oleh SDM yang kuat dan kelembagaan yang solid, upaya pembinaan terasa setengah hati, akibatnya kegiatan Koperasi seperti samar-samar keberadaannya, tidak ada lagi Koperasi baru yang tumbuh bahkan ada Koperasi yang dulu besar semakin surut, terlebih seperti kata Sesmenneg Kop dan UKM diharian Media Indonesia bahwa amandemen UUD 45 telah meminggirkan rumusan Koperasi dari teks aslinya. Mungkin banyak yang telah dilakukan  namun gregetnya tidak begitu jelas.
Pembinaan Koperasi tidak perlu dimasalkan lagi. Berkenaan dengan hal ini kita tidak perlu berbicara lagi yang besar-besar dan berpikir Koperasi dapat merubah ekonomi nasional. Orientasi mengembangkan koperasi di sektor-sektor strategis sebagai percontohan yang dapat ditiru dan dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri akan lebih membawa efektifitas usaha yang lebih tinggi.
Prioritaskan pembinaan Koperasi di tiga bidang yaitu : Koperasi Pedesaan, Koperasi Perkotaan dan Koperasi Karyawan. Di perkotaan lebih perdiutamakan pada Koperasi distribusi, disamping itu juga Koperasi produksi. Sementara  di pedesaan yang penduduknya lebih besar dan posisi tawarnya selalu lemah karena kualitas SDM-nya lebih rendah dari masyarakat perkotaan, pembinaannya memerlukan perlakuan khusus. Koperasi harus dapat mengarahkan anggota yang bergerak di sektor informal menjadi yang bergerak pada sektot formal. Hal ini dapat ditempuh melalui program kerja sama sistem anak dan bapak angkat yang saling membutuhkan dalam kemitraan Yaitu seperti Koperasi menghimpun produksi anggota yang merupakan produk yang tidak layak dibuat oleh perusahaan yang bertindak sebagai bapak angkatnya, jadi utamakan di pedesaan dikembangkan Koperasi Produksi disamping memberikan lapangan pekerjaan dapat pula mencegah urbanisasi. Koperasi Karyawan lebih mudah dikembangkan karena kualitas SDM-nya relatif lebih baik dan keberhasilan Koperasi Karyawan akan membantu kesejahteraan dan ketenangan bekerja.
Akhirnya untuk memperoleh hasil binaan yang baik harapan masyarakat umumnya sama, yaitu bagi pejabat yang akan ditugasi membina Koperasi seyogyanya memahami betul-betul tentang Koperasi dan mempunyai tanggung jawab moral yang kuat atas keberhasilannya untuk berkembangnya Koperasi, bukan yang lain. Demian ini perlu kesadaran bersama dari seluruh anggota koperasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Gerakan koperasi pada saat ini bisa dikatakan makin meredup. Sebab, seperti yang dikatakan Budi Laksono (2007), pejabat pemerintah kehilangan jejak substansi filosofis pembangunan koperasi sebagai soko guru ekonomi. Selain itu, disebabkan pula oleh perubahan Departemen Koperasi menjadi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Sehingga, berimplikasi pada menurunnya perhatian pemerintah pada upaya menggerakkan koperasi yang digagas pendiri bangsa, Bung Hatta sebagai soko guru perekonomian. Karena itu, tak heran, jika Sri Edi Swasono pakar koperasi menilai bahwa, langkah-langkah yang dilakukan Kementrian Koperasi dan UKM salah arah dan hanya terfokus pada UKM. Padahal, lanjut Swasono, UKM lebih banyak dilakukan oleh individu-individu, sedangkan koperasi lebih mengedepankan kebersamaan.
Di samping koperasi yang sudah makin meredup itu, diperparah lagi dengan konflik internal aktivis gerakan koperasi. Konflik yang sebenarnya sudah terjadi dua tahun lalu itu, diawali oleh kelompok aktivis gerakan koperasi ketika mendeklarasikan Dekopin tandingan. Deklarasi Dekopin itulah kemudian yang menyeret Kementrian Koperasi dan UKM untuk terlibat masuk ke arena konflik, karena dianggap telah menelurkan keputusan yang merugikan salah satu pihak yang bertikai. Menteri akhirnya digugat dan berperkara hukum dengan salah satu Dekopin yang dikembari. Tak urung, pembinaan koperasi di daerah makin kedodoran. Sebab, dewan koperasi yang semestinya menjadi payung koperasi-koperasi di daerah tidak lagi sempat memikirkan pengembangan dan pembinaan, karena lebih asyik bertikai dengan sesama aktivis Dekopin lain versi, yang sampai saat ini belum kunjung usai. Sehingga, akibat konflik itu, dana pembinaan koperasi dari APBN oleh Menteri Keuangan tidak dicairkan sebelum kasus pertikaian itu selesai.

            Oleh karena itu, pemerintah harus segera sadar terhadap urgensi peran koperasi dalam menuntaskan kemiskinan di negeri ini. Seperti yang telah banyak dilakukan oleh negara-negara lain. Jangan hanya bertikai. Bagaimanapun juga koperasi yang sejatinya suatu lembaga ekonomi untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama, sangat penting dalam meminimalisasi angka pengangguran yang makin meningkat. Karena itu, revitalisasi koperasi perlu ditingkatkan kembali di berbagai daerah di negeri ini.


Referensi:
http://dinkopumkm.grobogan.go.id/artikel/62-harapan-koperasi-sebagai-soko-guru-ekonomi.html
http://berkoperasi.blogspot.com/2008/01/koperasi-sokoguru-ekonomi-indonesia.html
http://www.beritametro.co.id/opini/masihkan-koperasi-jadi-soko-guru-perekonomian-indonesia